fbpx
Monday 2nd December 2024

Rowo Jombor, Warung Apung dan Pencemaran

By: On:

 

Penulis: Dutarya Galenda, Mahasiswa Bioteknologi UKDW

Pendahuluan
Rawa Jombor merupakan danau semi buatan peninggalan zaman Belanda yang terletak di Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Pada awal pembanguanannya danau ini dibangun untuk irigasi pertanian dan pengendali banjir. Akan tetapi, selama bertahun-tahun fungsi utama rawa jombor perlahan mulai beralih menjadi rumah makan, tempat wisata, dan tempat budidaya. Dengan adanya aktivitas tersebut secara tidak langsung akan menghasilkan limbah yang dapat mencemari kualitas perairan di Rowo Jombor. Dalam beberapa tahun belakangan pemkab Klaten juga melakukan program revitalisasi untuk mengembalikan fungsi awal dibangunnya Rowo Jombor. Hal ini tak luput disebabkan oleh adanya sedimentasi /pendangkalan, eutrofikasi sehingga menyebabkan berkurangnya volume tampungan air di Rowo Jombor.

Sumber Distribusi Pencemar
Adanya warung apung yang dulunya berada di Badan Air Rawa Jombor dan Karamba ikan yang menutupi hampir seluruh Badan air ini menjadi sumber pencemar utama. Setelah program revitalisasi yang dilakukan lokasi warung apung dipindahkan ke bagian daratan. Lalu apakah dengan pemindahan lokasi warung apung ini menyelesaikan masalah pencemaran di rowo Jombor? Jika dilihat dari situasi di lapangan limbah hasil kegiatan warung tetap dibuang ke selokan yang airnya mengalir ke Rowo Jombor sehingga hanya lokasi pencemarnya saja yang berpindah. Selain itu juga penyebab terjadinya eutrofikasi adalah erosi yang terjadi pada Daerah Aliran Sungai yang menyuplai air ke Rowo Jombor ditambah dengan adanya unsur hara sisa pertanian yang ikut terbawa air dan masuk ke DAS.

Dampak Terhadap Lingkungan
Dampak yang diakibatkan oleh adanya pencemaran tersebut dapat dilihat secara langsung dimana tumbuhan enceng gondok tumbuh sangat subur di Badan Air Rowo Jombor. Hal ini disebabkan oleh kandungan unsur hara seprti fosfat dan nitrat yang tinggi sehingga mempercepat laju pertumbuhan tumbuhan di perairan. Tumbuhan ini juga menjadi penyebab terjadinya pendangkalan Rowo Jombor sehingga volume tampungan airnya berkurang. Dengan kondisi eutrofikasi Rawa Jombor jadi memiliki beberapa dead zone, maksud dari dead zone tersebut adalah kondisi suatu perairan yang memiliki kadar oksigen terlarut yang rendah bahkan tidak ada oksigen sama sekali. Lalu apakah tandanya jika terbentuk dead zone pada Rowo Jombor hal itu cukup mudah untuk diamati apabila terjadi kematian ikan massal dapat menjadi indikasi bahwa kadar oksigen dalam perairan sangat rendah. Apakah hal ini pernah terjadi di Rowo Jombor? Jawabannya adalah Ya, pada bulan Agustus tahun 2020 lebih dari 2.000 ekor ikan mati yang disebabkan oleh kurangnya kadar oksigen di perairan Rowo Jombor. Selain itu juga terjadi peningkatan populasi bakteri coliform di Badan Air Rowo Jombor. Hal ini juga disebabkan oleh terjadinya eutrofikasi dimana unsur hara tersebut juga digunakan oleh bakteri coliform untuk melakukan metabolisme. Berdasarkan penelitian yang dilakukan angka tertinggi kandungan bakteri coliform pada Rowo Jombor mencapai 16.000 CFU/mL angka tersebut sangat jauh dari ambang batas maksimal.

Pentingnya Biomonitoring
Biomonitoring menjadi peran yang cukup penting dalam mengetahui kualitas suatu perairan, dimana dengan melihat adanya indikator pencemaran melalui makhluk biologis yang hidup di perairan tersebut dengan melakukan analisis menggunakan indeks ekologi seperti indeks keberagaman, indeks keseragaman, dan indeks kemerataan. Dalam kasus eutrofikasi yang terjadi dapat dilakukan pengamatan zooplankton dan fitoplankton pada perairan dan juga jumlah bakteri coliform yang terdapat pada badan air. Harapannya dengan dilakukannya biomonitoring dapat turut mendukung program revitalisasi Rowo Jombor sehingga tingkat trofik perairan tersebut dapat diamati dari hari ke hari setelah dilakukan revitalisasi.

Strategi Pengelolaan Lingkungan
Untuk mengatasi sumber pencemaran di Rowo Jombor, ada baiknya dibentuk IPAL komunal untuk menampung limbah-limbah yang dihasilkan baik dari warung apung, industri kecil, dan juga pemukiman sekitar. Selain itu juga perlu adanya kesadaran dari masyarakat untuk ikut turut menjaga kebersihan DAS dari sampah-sampah dan juga turut mengawasi industri yang membuat sambungan pipa untuk membuang limbah langsung ke rawa. Maka dari itu sangat diperlukan adanya pengelolaan air limbah terpadu guna mendukung aspek ekonomi, ekologi dan menjadi alternatif pengembangan dan pelestarian Rawa Jombor. 

Kesimpulan:
Melihat dari adanya permasalahan tersebut pemerintah sudah melakukan langkah awal dengan merevitalisasi kawasan Badan Air Rawa Jombor. Langkah yang selanjutnya adalah menimbulkan kesadaran masyarakat untuk andil alih dalam pelestarian Rowo Jombor dengan tidak membuang limbah secara langsung ke DAS dan melewati proses pengeolahan limbah terlebih dahulus sebelum dibuang ke DAS. Maka dari itu biomonitoring menjadi salah satu bagian penting guna memonitoring pencemaran yang terjadi di Rowo Jombor sehingga harapanya kualitas air dapat meningkat sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar dan meningkatkan perekonomian yang berkelanjutan.

REFERENSI:
Janisa Ferril Indriyastuti, M. R. (2014). Analisis Total Bakteri, Tom, Nitrat dan Fosfat di Perairan Rowo Jombor, Kabupaten Klaten. Diponegoro Journal Of Maquares.
Rina, T. R. (2020). Pencemaran Lingkungan Perairan Dan Strategi Pengelolaan Untuk Budidaya Keramba Jaring dan Warung Apung Rawa Jombor, Klaten, Jawa Tengah. Tesis.
Wibowo, A. (2015). Pengembangan Strategi Konservasi Rawa Jombor Sebagai Dasar Pengelolaan Danau Berkelanjutan Di Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah.
Yang, X. E., Wu, X., Hao, H. L., & He, Z. L. (2008). Mechanisms and assessment of water eutrophication. Journal of Zhejiang University. Science. B, 9(3), 197–209. https://doi.org/10.1631/jzus.B0710626

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Comments are closed.